Sabtu, 10 November 2012

Kegiatan

Keterangan waktu:

Kegiatan dan Mata kuliah:



Daftar kegiatan dan mata kuliah yang diikuti:


Keterangan:


  • Warna merah Merupakan kegiatan yang tidak diikuti
  • Warna biru Merupakan kegiatan yang diikuti.

Jumat, 20 April 2012

contoh kasus pasal 28 E ayat 3 tentang pencemaran nama baik


Kasus-kasus pencemaran nama baik

Solo (Solopos.com)--Kejaksaan Negeri (Kejari) Solo mengeksekusi terpidana kasus pencemaran nama baik, R Winoto, 54, Kamis (24/2/2011).
Warga Jalan Sabang No 4 RT 3/RW III, Stabelan, Banjarsari tersebut dieksekusi menyusul turunnya putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jateng beberapa bulan lalu. Berdasarkan informasi yang dihimpunEspos, eksekusi dilakukan dengan penjemputan paksa terhadap R Winoto di kediamannya.
Hal itu terpaksa dilakukan Kejari Solo, lantaran yang bersangkutan bersikap tidak kooperatif terhadap surat panggilan jaksa berulang kali. Sebelumnnya, korban pencemaran nama baik, Antonia Wiwik Winarti, 43, warga Banjarsari mendesak Kejari segera mengeksekusi R Winoto, 54, warga Jalan Sabang nomor 4 RT 3/RW III, Kelurahan Stabelan, Banjarsarisecepatnya.
Kasus pencemaran nama baik yang dilakukan R Winoto dilakukan di gedung Girimulyo Jalan Ahmad Yani nomor 364-368 RT 2/RW VIII, Kerten, Laweyan, tanggal 18 Juni 2009. Saat itu, R Winoto terlibat adu mulut dengan suami korban, RM Yeheskiel Wiseso Tito.
Mereka membahas persoalan sengketa bangunan. Puncak dari adu mulut tersebut, R Winoto melontarkan kata-kata jorok dan menyinggung hati Antonia Wiwik Winarti. Aksi tersebut dianggap kurang terpuji dan terpaksa dibawa ke ranah hukum. R Winoto dijerat Pasal 310 KUHP
tentang Pencemaran Nama Baik.
“Eksekusi kami lakukan tepat pukul 10.00 WIB. Kami hanya sebatas menjalankan putusan pengadilan,” tegas jaksa yang melakukan eksekusi, Budi Sulistiyono kepada Espos, Kamis.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - George Aditjondro yang dilaporkan atas nama pencemaran nama baik dan tindakan tidak menyenangkan oleh Forum Masyarakat Yogyakarta (FMY) tak memenuhi panggilan Polisi Daerah (Polda) DI Yogyakarta, Selasa, (20/12).

Aditjondro melalui kuasa hukumnya menyatakan belum bersedia hadir karena masalah kesehatan. Seharusnya, Polda memeriksa Aditjondro pukul 09.00 WIB, Selasa (20/12).

Menurut Kasubdit I Ditkrimum AKBP Djuwandani, Aditjondro melalui kuasa hukumnya datang ke Polda memberikan surat keterangan tidak bisa memenuhi panggilan Polisi karena sedang sakit. Kata kuasa hukumnya, tutur Djuwandani, Aditjondro baru selesai pasang Rem Jantung.

"Namun dalam surat kuasa tidak melampirkan surat keterangan dokter," kata Djuwandani saat ditemui wartawan.

Ini adalah pemanggilan pertama/ Polda akan melayangkan surat pemanggilan kedua. Kalau tidak datang dalam pemanggilan kedua, kata dia, Polda akan melayangkan surat pemanggilan ketiga disertai surat perintah membawa.

Djuwandani mengatakan, menurut kuasa hukumnya, Aditjondro bersedia memenuhi panggilan polisi setelah hari Natal tanggal 25 Desember besok. Saat ini, tambah dia, Aditjondro berada di wilayah Yogya, namun tidak pulang kerumah di Deresan.


kasus pertahanan dan keamanan nasional


Kongkalikong Kepolisian

TEMPO.CO, Jakarta - Kabar tak sedap di sekitar jual-beli Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) terus berembus. Sumber Tempomenyebut komisi jual-beli SIPI untuk kapal yang beroperasi di Laut Cina Selatan mencapai US$ 4.000-5.000 per bulan. Untuk Laut Arafura, Papua, fee bisa tiga kali lipatnya. Tiap kapal rata-rata melaut delapan bulan. Artinya, pemilik SIPI mendapat US$ 40 ribu atau sekitar Rp 390 juta per tahun.

Bau anyir kecurangan tersebut rupanya terendus kepolisian. Awal Oktober lalu, Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia sudah mengirim surat kepada para bos perusahaan penangkapan ikan. Surat bernomor B/199/X/2011/Tipidter tersebut diteken Direktur Tindak Pidana Tertentu Brigadir Jenderal Anas Yusuf.

Lewat surat itu, polisi meminta direktur perusahaan melaporkan dokumen sebagai syarat mendapat SIPI, antara lain deletion of certificate (DC) atau surat penghapusan dari daftar negara asal kapal dan risalah lelang eks kapal perusahaan asing. “Bareskrim mencium ada yang tak beres,” kata sumber tadi.

Sumber Tempo menduga, sesungguhnya Bareskrim sejak lama mengetahui praktik “main sabun” dalam pembuatan SIPI. Bareskrim tahu kapal-kapal tersebut milik orang asing dan tidak memiliki DC. “Namun, sepertinya perkara ini mau diselesaikan secara 'adat',” ujar si sumber, akhir pekan lalu.

Badan Reserse, menurut dia, sudah membentuk tim pemeriksa sehingga tidak tertutup kemungkinan bakal ada pengusaha yang dikorbankan. Banyak pengusaha yang memiliki DC palsu pun terancam pidana. “Supaya tidak masuk penjara, ya, mereka harus setor uang,” kata sumber ini.

Anas Yusuf tidak dapat dimintai konfirmasi terkait praktik pemeriksaan yang dilakukan institusinya. Namun, juru bicara kepolisian Komisaris Besar Boy Rafli Amar menegaskan, pengusaha harus melaporkan dugaan pemerasan tersebut. “Catat namanya dan laporkan. Akan kami proses secara hukum,” ujar Boy.

Merajalelanya nelayan asing mencuri ikan di perairan Indonesia tak lepas dari penyelewengan izin pengadaan kapal yang terjadi secara sistematis. Penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) sebanyak 2.000 alias 2.000 kapal baru dalam dua tahun saja mestinya sudah memantik curiga. Sampai tahun ini ada 6.000 SIPI yang beredar. “Itu permainan luar biasa,” kata sumber Tempo akhir pekan lalu.

Agar dapat beroperasi di perairan Nusantara, pengusaha asing menggandeng pemain lokal yang berpura-pura mengimpor kapal. Padahal, uang pembelian dari kantong rekanan asingnya sehingga kapal tetap milik warga asing, meski berbendera merah-putih.

Dengan rekayasa itu, pengusaha Thailand dan Vietnam bebas beroperasi di Laut Cina Selatan. Nelayan Cina menguasai Laut Arafura. Sementara perairan di sekitar Manado menjadi daerah kekuasaan nelayan Filipina. Hasil tangkapan mereka tak pernah didaratkan di pelabuhan Indonesia, tapi dibawa kabur dengan cara memindahkan ke kapal lain yang lebih besar di perairan internasional.

Forum Pers Pemerhati Pelanggaran Perikanan Nasional (FP4N) memantau beberapa modus penyalahgunaan izin. Lembaga tersebut menemukan ada oknum Kementerian Kelautan dan Perikanan yang sengaja menjualbelikan sejumlah izin, misalnya izin impor kapal asing. Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), SIPI, Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), juga dijual tanpa mengikuti prosedur yang benar. Aparat Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap seperti tutup mata atas praktik tersebut.

Ketua FP4N Ivan Rishky Kaya menunjuk salah satu temuannya April lalu, yaitu PT Sumber Laut Utama, perusahaan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Ambon, belum memiliki Unit Pengolahan Ikan (UPI). Padahal, sesuai dengan aturan, untuk mendapat SIUP, SIPI, dan SIKPI, perusahaan wajib memiliki UPI.

Ketika hal ini terbongkar, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Dedy Heryadi Sutisna malah bertanya apakah Sumber Laut sudah memiliki unit pengolahan. “Pertanyaan yang aneh karena yang meneken izin adalah Dirjen,” katanya.

Deddy membantah ihwal penyalahgunaan izin ini. “Itu salah semua,” kata dia ketika dihubungi pada Jumat, pekan lalu. “Coba tanyakan kepada Pak Tyas,” ujarnya merujuk kepada Direktur Pelayanan Usaha Tyas Budiman.

Tyas mengatakan Sumber Laut sebelumnya memiliki unit pengolahan di Jambi, kemudian dipindahkan ke Tual, Ambon. “Sumber Laut berdiri sebelum muncul Peraturan Menteri Tahun 2008 yang menyebutkan industri perikanan terpadu wajib membangun UPI dan atau bekerja sama dengan UPI lain,” ujarnya. Padahal, tanggal pendirian perusahaan lazim pula dimainkan dengan diundurkan ke belakang.

Rabu, 18 April 2012

Salah Satu Penyimpangan Dalam Prinsip Implementasi Wawasan Nusantara Dalam Bidang Ekonomi


Disebutkan dalam salah satu prinsip implementasi wawasan nusantara dalam bidang ekonomi yaitu 
"Kekayaan di wilayah nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal dan milik bersama bangsa untuk memenuhi kebutuhan di seluruh wilayah Indonesia secara merata."
terkadang tidak sesuai dengan realita yang ada, contohnya di Indonesia Rata-rata sumberdaya alamnya tidak sedikit yang di monopoli oleh orang-orang yang bukan berasal dari wilayah yang terdapat sumberdaya alamnya. Bahkan banyak yang berasal dari luar Indonesia.

Bukan hanya pengelolaan SDA saja yang banyak di ambil alih oleh pihak luar, akan tetapi masalah juga timbul dari dalam Indonesia yang di sebabkan pengelolaan yang tidak efisien dan asal asalan.
misalnya saja masalah Energi.

Krisis energi yang selama ini digembar-gemborkan sesungguhnya bukan karena persediaan energi yang tidak cukup. Atau pun cadangan persediaan energi yang tinggal sedikit. Melainkan karena pengelolaan energi nasional yang kurang baik. Mengapa begitu? Jawabannya, karena sumber persediaan dan hasil energi di dalam negeri ini dijual ke luar negeri secara masif dan membabibuta. 
Hasil energi Indonesia dijual dengan murahnya tanpa memedulikan kebutuhan dan keamanan pasokan energi di dalam negeri. Padahal, kita tahu di dalam negeri sedang terjadi kelangkaan pasokan BBM dan krisis listrik. Selain itu harganya pun sangat mahal begi rakyat miskin.

Ketika rakyat kesulitan mendapat hasil energi baik minyak, gas, batu bara, maupun listrik, pemerintah dan pengusaha malah seenaknya mengekspor bahan-bahan tersebut ke luar negeri. Alasannya, karena harga komoditas tersebut sedang melejit di pasar global.

Pemerintah lebih memilih menjualnya ke luar negeri, ketimbang di dalam negeri yang harganya jauh di bawah pasar internasional. Padahal kita tahu banyak rakyat miskin di negeri ini yang sangat membutuhkan minyak, gas, dan listrik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti memasak dan penerangan.

Inilah kenyataan paradoks di tengah kelimpahan sumber daya alam (SDA) rakyat kecil malah letih mengantre mendapatkan seliter minyak tanah atapun antre gas! Hal ini membuat kita semua jadi prihatin dan sekaligus bingung! Mengapa bingung? Sebab, sepertinya kondisi seperti ini dibiarkan berlarut-larut tanpa ada tindakan konkret dari pemerintah untuk memperbaikinya, termasuk memperbaiki nasib rakyat kecil.

Sebagai pemegang monopoli tata kenegaraan, khususnya di bidang energi, pemerintah sesungguhnya wajib untuk memperbaiki nasib rakyat yang lebih baik. Pemerintah seharusnya menjamin kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat seperti minyak, gas, maupun listrik. Masih banyak masyarakat di daerah-daerah terpencil yang kesulitan dalam mengakses listrik. Bahkan di sejumlah wilayah tertentu sama sekali belum teraliri listrik, karena baik alat pembangkit maupun transmisi untuk mengaliri listrik belum ada.

Sejauh ini masyarakat di wilayah-wilayah terpencil menggunakan cara-cara konvensional untuk menciptakan energi baik listrik maupun untuk memasak dan keperluan lainnya. Beruntung bagi masyarakat yang di daerahnya terdapat sumber air yang banyak seperti air terjun dan sungai. Karena, mereka bisa menciptakan energi yang berasal dari air atau mikrohidro. Namun, bagi masyarakat yang di daerahnya krisis sumber energi atau bahkan sama sekali tidak ada, mereka harus mencari ke tempat lain yang terdapat sumber energi. 

Akibat kebijakan energi nasional yang serabutan itulah menyebabkan krisis energi hampir di banyak wilayah di Nusantara. Begitu ngawurnya kebijakan energi oleh pemerintah. Sampai-sampai Indonesia harus mengimpor minyak dari luar negeri karena di dalam negeri sendiri kekurangan minyak! Bahkan, kita telah menjadi net importir komoditi tersebut. Dan, yang lebih mencengankan lagi pemerintah tidak langsung membelinya ke produsen minyak. Melainkan pemerintah membelinya melalui pasar spot (calo minyak) seperti membelinya ke Singapura.

Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa pengelolaan energi nasional begitu lemah dan bodoh? Apakah ada intervensi asing yang mendorong pemerintah melakukan ini? Apakah ada kekuatan-kekuatan di dalam negeri seperti para pengusaha tambang dan batu bara yang menekan pemerintah, yang menginginkan untung besar tanpa harus membayar pajak?

Ataukah ada aksi para spekulan seperti yang selama ini diwacanakan oleh pemerintah, para pakar, dan juga para produsen besar minyak dunia? Ataukah pemerintah yang tidak tahu cara mengelola energi yang benar?

Pertanyaan-pertanyaan di atas menggugah kita bahwa sesungguhnya memang ada yang salah dalam pengelolaan energi nasional selama ini. Namun, pertanyaan yang paling akhir di atas merupakan faktor yang paling kuat dalam menyumbang krisis energi di dalam negeri. Apa sesungguhnya yang salah dalam pengelolaan energi kita? Baik, kita bedah letak kesalahan tersebut satu per satu.

Pertama, kebijakan energi oleh pemerintah tidak lagi sesuai dengan amanat dan cita-cita proklamasi maupun UUD 45.
Kedua, pemerintah terlalu mengistimewakan investor maupun pengusaha asing melalui UU PMA hasil amandemen UUD yang keempat.
Ketiga, terkait dengan sistem kontrak karya, eksplorasi dan pengolahan sumber energi yang kurang menguntungkan bagi kepentingan nasional.
Keempat, adanya oknum pemerintah yang menjadi komprador kepentingan asing yang sering menghubungkan kepentingan pengusaha baik lokal maupun asing yang merugikan kepentingan nasional.
Kelima, aksi menimbun BBM maupun gas dan menyelundukannya secara ilegal ke luar negeri baik yang dilakukan oleh swasta maupun pemerintah. Padahal, Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1-3, secara umum menegaskan bahwa segala sesuatu yang berhubugan dengan hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara.

Dalam hal ini pemerintah wajib memakmurkan seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Pada pasal ini sesungguhnya pemerintah telah melanggar UUD. Yaitu, sumber energi kita sebagian tidak lagi dikuasai oleh pemerintah, melainkan berada dalam penguasaan asing. Kendati banyak juga pengusaha lokal yang bergerak di bidang-bidang tertentu di energi, namun secara kuantitas dan kualitas tidak terlalu berpengaruh signifikan bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan asing.

Seluruh kekayaan alam kita malah digerus dan dibawa oleh pihak asing. Pemerintah justru tidak mampu menjamin ketersediaan energi bagi kebutuhan di dalam negeri sendiri. Sehingga, ketahanan energi nasional menjadi sangat lemah. Sehingga, kita tidak memiliki daya tawar di dunia internasional. 

Melalui UU Penanaman Modal Asing hasil amandemen, pihak asing dapat lebih leluasa dan lebih lama mengeksploitasi sumber kekayaan alam Indonesia tanpa harus dipusingkan dengan retribusi atau kompensasi yang berarti bila terjadi kerusakan alam. Padahal, ketika awal-awal republik ini berdiri, pihak asing hanya boleh mengelola sumber daya alam Indonesia tidak lebih dari 35 tahun.

Namun, dengan UU PMA yang baru ini pihak asing dapat mengeksploitasi sumber kekayaan alam Indonesia hingga 95-100 tahun lamanya. Itu pun belum jelas tanggungjawab sosial perusahaannya  (Corporate Social Responsibility) terhadap masyarakat sekitar yang di daerahnya terdapat kegiatan eksplorasi sumber-sumber energi.

Selama ini paling-paling perusahaan hanya mengeluarkan 2% dari CSR dari jumlah keuntungan yang sangat besar, yang diperoleh perusahaan atas eksplorasi dan eksploitasi SDA kita. Belum lagi Sistem Kontrak Kerja Sama antara pemerintah dengan para pengusaha lokal maupun asing selama ini disinyalir terjadi penyelewengan baik oleh pengusaha maupun pejabat pemerintah sendiri.

Penyelewengan itu terkait masalah cost recovery atau pengembalian seluruh biaya operasi para kontraktor migas yang sebagiannya merupakan perusahaan asing. Banyak pengeluaran yang tak terkait langsung dengan biaya produksi migas seharusnya menjadi tanggungan masing-masing pengusaha kontraktor migas, malah dibebankan dan menjadi tanggungan  pemerintah.

Meski cost recovery cenderung naik dari tahun ke tahun, tetapi produksi dan lifting minyak dalam negeri justru berbalik arah mengalami penurunan. Masalahnya, sejumlah kontraktor cenderung menggelembungkan cost recovey, atau banyak pengeluaran yang tak terkait langsung dengan biaya operasional migas tapi dikleimkan ke pemerintah.

Beberapa kerugian dari cost recovery yang dikleim ke pemerintah di antaranya ialah, biaya pelatihan ekspatriat, biaya konsultan pajak, biaya merger, biaya-biaya yang terkait dengan pemasaran, pengembangan masyarakat, maupun kegiatan kehumasan.

Karut-marutnya masalah cost recovery ini ditenggarai oleh keterlibatan oknum pejabat pemerintah sendiri, yang juga berkolaborasi dengan pemain-pemain asing dan lokal. Dalam hal ini oknum tersebut juga merupakan bagian dari para Kontraktor Kontrak Kerja Sama, yang tentunya tak ingin rugi dan hanya mau untung besar.

Oleh sebab itu sampai saat ini belum ada tindakan pembenahan di sektor tersebut. Bobroknya pengelolaan energi nasional seakan diperparah lagi oleh aksi liar penyelundupan migas ke luar negeri melalui saluran-saluran resmi maupun yang tidak resmi.

Ada beberapa pulau terluar Indonesia yang menjadi jalur penyelundupan BBM melalui pipa-pipa yang terpasang di bawahnya, yang disalurkan ke kapal-kapal tanker untuk kemudian di bawa lari ke luar negeri. Tindakan ini bukan tanpa diketahui oleh pemerintah, melainkan secara legal hasil energi tersebut dijual dengan harga yang murah. Sementara hasil keuntungan tidak masuk ke kas negara yang kemudian bisa dinikmati oleh semua rakyat Indonesia.

Berangkat dari persoalan di atas, maka tepatlah kalau dikatakan bahwa ada yang tidak beres dalam pengelolaan energi nasional. Energi dikelola secara tidak benar dan asal-asalan. Oleh karena itu ke depan pengelolaan energi tidak bisa lagi dijalankan secara serampangan dan sektoral.

Pengelolaan energi harus terencana dan terpadu, dengan mengindahkan tahapan-tahapan tertentu misalnya, pemetaan penyebaran, kebutuhan dan konsumsi energi per wilayah secara komprehensip. Pengelolaan energi harus didasari atas prinsip keterbukaan / transparansi dan akses yang seluasnya terhadap masyarakat. 

Menteri BUMN Dahlan Iskan menyampaikan, sejak jaman dahulu di era Soekarno (Presiden RI pertama) hingga saat reformasi ini, SDA banyak dikuasai asing.

"Nasionalisasi aset ? Silakan tanya ke pengusaha-pengusaha migas sana, sudah sejak jaman Soekarno asset dikuasai asing," katanya usai acara talk show bertema Pemimpin Muda, Belajar Merawat Indonesia di kampus UGM Yogyakarta, Kamis (29/3/2012).

Banyak pengusaha khususnya Migas tidak mau menggelola asset SDA Indonesia karena terkendala modal. Selain itu, resiko dalam menggelola juga sangat besar.

"Yang saya ketahui dari pengusaha-pengusaha migas kita, mereka tidak ingin berinvestasi menggelola itu karena biaya dan resiko besar," jelasnya. 

Sementara, pemerintah sudah memberikan kebebasan untuk berinvestasi di beberapa sektor, termasuk Migas. Pemerintah sendiri tidak bisa bekerja tanpa ada kerja sama dengan investor, baik investor asing maupun pribumi.

Sebaiknya pemerintah lebih jeli dalam hal Investasi, karena jika di biarkan maka akan semakin banyak pihak asing yang mengambil alih pengelolaan SDA, karena dalam prinsip wawasan nusantara "Kekayaan di wilayah nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal dan milik bersama bangsa untuk memenuhi kebutuhan di seluruh wilayah Indonesia secara merata.". Agar penduduk mendapatkan haknya tanpa campur tangan pihak luar.



 Sumber:

Okezone.com
http://www.fkdpm.org/artikel/137-paradoks-negeri-kaya-energi.html

Wawasan nusantara


Wawasan Nusantara

Pengertian Wawasan Nusantara
Menurut Prof. Dr. Wan Usman, wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.Menurut Kelompok kerja LEMHANAS 1999, wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuannasional.Sedangkan pengertian yang digunakan sebagai acuan pokok ajaran dasar wawasannusantara sebagai geopolitik Indonesia adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional. 

Latar Belakang Filosofis Wawasan Nusantara
1.      Pemikiran Berdasarkan Falsafah Pancasila
       2.  Pemikiran Berdasarkan Aspek Kewilayahan Nusantara
       3.  Pemikiran Berdasarkan Aspek Sosial Budaya
       4.  Pemikiran Berdasarkan Aspek Kesejahteraan
 Hakekat Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara adalah cara pandang Bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi darat, laut dan udara di atasnya sebagai satu kesatuan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan.
Adalah keutuhan nusantara/nasional, dalam pengertian : cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi kepentingan nasional.
Berarti setiap warga bangsa dan aparatur negara harus berfikir, bersikap dan bertindak secara utuh menyeluruh dalam
lingkup dan demi kepentingan bangsa termasuk produk-produk yang dihasilkan oleh lembaga negara.

Landasan wawasan nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifiskasinya sebagai berikut:

1.  Landasan Idiil
Pancasila sebagai faslafah ideologi bangsa dan dasar negara. Berkedudukan sebagai landasan idiil darpada wawasan nusantara. Karena pada hakikatnya wawasan nusantara merupakan perwujudan dari pancasila. Pancasila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh serta mengandung paham keseimbangan, keselarasan, dan keseimbangan. Maka wawasan nusantara mengarah kepada terwujudnya kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

     2.    Landasan Konstitusional
UUD 1945 yang merupakan landasan konstitusi dasar negara, yang menjadi pedoman pokok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik (Pasal 1 UUD 1945) yang kekuasaan tertingginya ada pada rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.

     3.    Landasan Visional.
Landasan visional atau tujuan nasional wawasan nusantara sebagai wawasan nasional bangsa indonesia merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat dengan tujuan agar tidak terjadi penyesalan dan penyimpangan dalam rangka mencapai dan mewujudkan cita-cita dan dan tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu :
- Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
- Memajukan kesejahteraan umum
- Mencerdaskan kehidupan bangsa
- Ikut melaksanakan ketertiban dunia

     4.    Landasan Konsepsional
Ketahanan nasional, yaitu merupakan kondisi dinamis yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kemampuan sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional. Dalam upaya mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya, bangsa Indonesia mengahadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (HTAG). Agar dapat mengatasinya, bangsa indonesia harus memiliki kemampuan, keuletan, dan daya tahan yang dinamakan ketahanan nasional.

     5.    Landasan Operasional.
GBHN adalah sebagi landasan wawasan operasional dalam wawasan nusantara, yang dikukuhkan MPR dalam ketetapan Nomor : IV/MPR/1973 pada tanggal 22 Maret 1973.
  3 unsur dasar wawasan susantara :
       
1.      wadah (contour)
Wadah kehidupan bermayarakat, berbangsa, dan bernegara meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki sifat serba nusantara dengan kekayaan alam dan penduduk serta aneka budaya ialah bangsa Indonesia. Setelah menegara dalm negara Kesatuan Republik Indonesia, bangsaIndonesia memiliki organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagai kegiatan kenegaraan dalam wujud supra struktur politik, sedangkan wadah dalam kehidupan bermasyarakat adalah berbagai kelembagaan dalam wujud infra struktur politik.
Dari Penjelasan di atas, dapatlah dilihat bahwa wadah yang dimaksud dalam unsur pertama ini adalah batas ruang lingkup atau bentuk wujud dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diumumkan melalui Dekrit Juanda tanggal 13 Desember 1957. Deklarasi ini menyatakan bahwa bentuk geografi Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas ribuan pulau besar dan kecil. Deklarasi ini kemudian disahkan melalui Perpu No. 4 tahun 1960 tentang perairan Indonesia. Bentuk wujud ini tidak dapat dipisahkan dari azaz Archipelago yang telah diperjuangkan pada pertemuan konvensi hukum laut internasional tahun 1982, mengikat semua negara. Oleh karena itu bentuk nusantara batas-batasnya ditentukan oleh laut, sejauh 12 mil dengan di dalamnya terdapat pulau-pulau serta gugusan pulau, berjumlah 17.508 buah pulau (11.808 diantanya belum mempunyai nama), yang satu sama lain dihubungkan, tidak dipisahkan oleh air, baik berupa laut dan selat. Dengan demikian bentuk wujud nusantara sekarang ini terdiri 65% wilayah laut/perairan dan 35% daratan. Luas seluruhnya kira-kira 5 juta km2 luas daratan, dengan panjang pantai 81.000 km. Adapun topografi daratannya merupakan pegunungan dengan gunung-gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. NusantaraIndonesia disamping bentuk wujud di atas, juga mempunyai letak geografis yang khas, yaitu sebagai inti daripada posisi silang dunia, yang mempunyai pengaruh yang besar dalam tata kehidupan dan sifat perikehidupan nasionalnya
2.       isi (content)

“Isi” adalah inspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Menyadari bahwa untuk mencapai aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional seperti tersebut di atas bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional yang berupa politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Oleh karena itu “isi” menyangkut dua hal yang esensial yakni: Pertama, Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama dan perwujudannya, pencapaian cita-cita tujuan nasional, dan Kedua. Persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
Berdasarkan kedua hal yang disebutkan di atas, maka dapat dilihat tujuan nasional yang telah dirumuskan dalam pembukaan undang-undang dasar kita yang, berbunyi “kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Merupakan bentuk nyata dari isi konsepsi wawasan nusantara yang harus menjadi cita-cita seluruh bangsa Indonesia, yang pada hakekatnya bertujuan unutk mewujudkan kesejahteraan, ketentraman, dan keamanan bagi bangsa Indonesia dan pula untuk kebahagiaan serta perdamaian bagi seluruh umat manusia.
3.      tatalaku (conduct) 

Tata laku merupakan hasil interaksi antara wadah dan isi, yang terdiri dari tata laku batiniah dan lahiriah. tata laku batiniah mencerminkan jiwa, semangat, dan mentalitas yang baik dari bangsa Indonesia, se¬dangkan tata laku lahiriah tercermin dalam tindakan, perbuatan, dan perilaku dari bangsa Indonesia. Kedua hal tersebut akan mencermin¬kan identitas jati diri atau kepribadian bangsa Indonesia berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta kepada bangsa dan tanah air sehingga menimbuhkan nasionalisme yang tinggi dalam semua aspek kehidupm nasional.
Implementasi Wawasan Nusantara
Penerapan wawasan nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap, dan polatindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan negara. Dengan kata lain, wawasan nusantaramenjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam rangka menghadapiberbagai masalah menyangkut kehidupan bermayarakat, berbangsa dan bernegara.Implementasi wawasan nusantara senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayahtanah air secara utuh dan menyeluruh sebagai berikut.
 Prinsip-prinsip implementasi wawasan nusantara dalam bidang ekonomi yaitu :
1) Kekayaan di wilayah nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal dan milik bersama bangsa untuk memenuhi kebutuhan di seluruh wilayah Indonesia secara merata.
2) Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki oleh daerah masing-masing dalam pengembangan kehidupan ekonominya.
3) Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah nusantara diselenggarakan sebagai usaha bersama dengan asas kekeluargaan dalam sistem ekonomi kerakyatan untuk kemakmuran rakyat yang sebesar-besarnya.
Contoh implementasi wawasan nusantara dalam bidang ekonomi diantaranya dengan menyeimbangkan Keuangan Pusat dan Daerah dengan keluarnya Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Pembagian keuangan yang semula hampir 80% anggaran daerah harus menunggu didatangkan dari pusat, padahal 90% hasil-hasil daerah diserahkan pada pemerintahan pusat, kini pada UU tersebut diubah menjadi :
1) Hasil Pajak Bumi dan Bangunan, 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah.
2) Hasil Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, 20% untuk pusat, 80% untuk daerah.
3) Hasil kehutanan, pertambangan umum dan perikanan, 20% untuk pusat dan 80% untuk daerah.
4) Hasil minyak bumi, 85% untuk pusat, 15% untuk daerah dan gas alam, 70% untuk pusat dan 30% untuk daerah.
Bahkan, porsi daerah ditambah lagi dengan adanya “Dana Alokasi Umum” yang dialokasikan untuk daerah-daerah dengan perimbangan tertentu, yang jumlah totalnya adalah 25% dari penerimaan dalam negeri APBN, sebagai perimbangan. (Dikutip dari berbagai sumber)
·         Implementasi wawasan nusantara dalam bidang politik
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan nusantara, yaitu:
1. Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang – undang, seperti UU Partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden.Pelaksanaan undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan bangsa. Contohnya seperti dalam pemilihan presiden, anggota DPR, dan kepala daerah harus menjalankan prinsip demokratis dan keadilan, sehingga tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia harus sesuai denga hukum yang berlaku. Seluruh bangsa Indonesia harus mempunyai dasar hukum yang sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian. Di Indonesia terdapat banyak produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi dan kabupaten dalam bentuk peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku secara nasional.
3. Mengembangkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yamg berbeda, sehingga menumbuhkan sikap toleransi.
4. Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga pemerintahan untuk menigkatkan semangat kebangsaan dan kesatuan.
5. Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps diplomatik ebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulau-pulau terluar dan pulau kosong.
·         Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan social
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan sosial, yaitu:
1. Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda, dari segi budaya, status sosial, maupun daerah. Contohnya dengan pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus diprioritaskan bagi daerah tertinggal.
2. Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber pendapatan nasional maupun daerah. Contohnya dengan pelestarian budaya, pengembangan museum, dan cagar budaya.
·         Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan pertahanan dan keamanan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan pertahanan dan keamanan, yaitu:
1. Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal yang menganggu keamanan kepada aparat dan belajar kemiliteran.
2. Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat diciptakan dengan membangun solidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda daerah dengan kekuatan keamanan.
3. Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia.
Prospek Implementasi Wawasan Nusantara
Berdasarkan beberapa teori mengemukakan pandangan global sbb:
1. Global Paradox menyatakan negara harus mampu memberikan peranan sebesar-besarnya kepada rakyatnya.
2. Borderless World dan The End of Nation State menyatakan batas wilayah geografi relatif tetap, tetapi kekuatan ekonomi dan budaya global akan menembus batas tsb. Pemerintah daerah perlu diberi peranan lebih berarti.
3. The Future of Capitalism menyatakan strategi baru kapitalisme adalah mengupayakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan masyarakat serta antara negara maju dengan negara berkembang.
4. Building Win Win World (HENDERSON) menyatakan perlu ada perubahan nuansa perang ekonomi, menjadikan masyarakat dunia yang lebih bekerjasama, memanfaatkan teknologi yang bersih lingkungan serta pemerintahan yang demokratis.
5. The Second Curve (IAN MORISON) menyatakan dalam era baru timbul adanya peranan yang lebih besar dari pasar, peranan konsumen dan teknologi baru yang mengantar terwujudnya masyarakat baru.
Dari rumusan-rumusan diatas ternyata tidak ada satupun yang menyatakan tentang perlu adanya persatuan, sehingga akan berdampak konflik antar bangsa karena kepentingan nasionalnya tidak terpenuhi. Dengan demikian Wawasan Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia dan sebagai visi nasional yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa masih tetap valid baik saat sekarang maupun mendatang, sehingga prospek wawasan nusantara dalam era mendatang masih tetap relevan dengan norma-norma global.
Dalam implementasinya perlu lebih diberdayakan peranan daerah dan rakyat kecil, dan terwujud apabila dipenuhi adanya faktor-faktor dominan : keteladanan kepemimpinan nasional, pendidikan berkualitas dan bermoral kebangsaan, media massa yang memberikan informasi dan kesan yang positif, keadilan penegakan hukum dalam arti pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Keberhasilan Implementasi Wasantara
Diperlukan kesadaran WNI untuk :
1. Mengerti, memahami, menghayati tentang hak dan kewajiban warganegara serta hubungan warganegara dengan negara, sehingga sadar sebagai bangsa Indonesia.
2. Mengerti, memahami, menghayati tentang bangsa yang telah menegara, bahwa dalam menyelenggarakan kehidupan memerlukan konsepsi wawasan nusantara sehingga sadar sebagai warga negara yang memiliki cara pandang.
Agar ke-2 hal dapat terwujud diperlukan sosialisasi dengan program yang teratur, terjadwal dan terarah.